Sudah dua tahun aku mencoba untuk belajar mencintai, dari
sosok yang baru aku kenal sekalipun. Aku belajar melihat dari segala aspek
tanpa embel-embel namamu. Aku berusaha untuk itu, satu, dua atau tiga orang
yang aku suka. Tapi mereka sama sekali bukan kamu dan sama sekali bukan yang
melebihi dari kamu.
Dua tahun aku mencoba untuk lupa, seperti apa wajahmu?, hey
aku berhasil, aku sudah tidak mengenali wajahmu lagi, tapi apa?, bukan dengan
itu rasa ini hilang. Pupuknya sudah terlampau tebal dan akarnya sudah terlalu
kuat untuk menopang batang yang begitu besar, sebentar lagi kau akan
menyaksikan sebuah pohon yang tumbuh rindang tanpa daun, ranting, bunga dan
buah, yap, itulah skema hatiku selama dua tahun ini. Kau tahu apa yang aku cari
dari seorang sepertimu?, tolong jawab karena aku tak dapat menjawabnya.
Dua tahun ini aku menunggu, menunggumu seperti menunggu hari
kelahiranku. Setiap harinya kuhitung agar aku tahu seberapa dekat aku dengan
hari itu, banyak rencana. Tapi, ketika hari itu mendekat aku lebih suka berharap
untuk melewati hari kelahiranku dan terbangun dihari-hari selanjutnya, aku tak
mau menyaksikan hari itu, hari yang aku tunggu adalah hari yang tak aku
inginkan kehadirannya. Sama seperti ketika aku menunggumu, aku tau yang akan ku
dapat hanya kecewa dan penyesalan, dan dengan itulah aku menunggumu, aku
menunggu untuk bertemu dengan mu dihari yang tidak aku inginkan untuk itu.
Dan, setelah dua tahun yang aku jalani ini. Aku mohon beribu
maaf darimu, maaf untuk segala kefanatikanku, maaf untuk kemarahanmu, maaf
untuk kekecewaanmu, maaf untuk segala yang telah mengganggu kehidupanmu. Bukan
maksutku untuk berbuat seperti ini padamu, aku sendiri enggan untuk itu, hanya
saja waktu yang belum dapat memapras bibit-bibit ini atau menggantinya degan bibit
yang baru. Maafkan aku yang tanpa sengaja menanamkan namamu disetiap episode
dalam hidupku, maafkan aku yang telah mengistimewakan kamu sementara tidak
satupun manusia yang istimewa, maafkan aku yang memupuk rasa ini dengan terlalu
berlebihan, sekali lagi ku katakan, ini sama sekali bukan mauku, bukan niatku,
juga bukan tujuanku.
Dan, setelah dua tahun ini aku baru sadar caraku salah, kini yang benar menurutku adalah :
“bagaimana caraku untuk mengikhlaskan segala aspek tentang
dirimu, ikhlas merelakan kamu untuk hidup dengan cara, tempat, dan orang-orang
yang kamu pilih saat ini, ya ikhlas adalah cara terindah untuk itu. Dan
bagaimana caraku untuk membuat tulisan baru, lembaran baru, bukan dengan
menghapus atau menggantikanmu dengan yang lainnya tapi dengan cara membuat
lembaran yang baru, ya kamu tetap ada dan itu tak akan bisa aku pungkiri,
karena itulah aku harus membuat coretan dengan nama yang baru, dengan gradiasi
yang lebih indah dari namamu yang telah terbingkai indah disini, di setiap
harapan dan doa yang aku panjatkan selama dua tahun ini”. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar